Sejarah pendidikan di kota yang
terkenal dengan julukan Kota Salak ini bukanlah hal yang mudah untuk
dituliskan. Selain bukti sejarah yang sangat minim dan akses pustaka yang
terbatas, kurangnya perhatian kaum pelajar akan hegemoni sejarah pendidikan di
daerah ini menjadi beberapa alasan penyebabnya. Tulisan ini tidaklah cukup
untuk mengungkap tabir terangnya pendidikan Padangsidimpuan dulu, namun untuk
menambah khazanah pengetahuan penulis dan kita yang mengaku peduli akan
pendidikan kota ini mungkin tidak masalah untuk membacanya.
Pendidikan Padangsidimpuan tidak
bisa lepas dari usaha yang dilakukan oleh Sati Nasution (kelak dikenal dengan
nama Willem Iskandar) pada tahun 1862 dengan mendirikan sekolah guru
(Kweekschool) di huta (kampung) Tanobato. Siswa sekolah ini tidak hanya dating
dari daerah Mandailing, tapi siswa dari Sipirok dan Padangbolak mulai
berdatangan. Alumni sekolah ini pun menjadi tenaga pengajar di Padangsidimpuan.
Perkembangan sekolah ini sangatlah pesat hingga Belanda melihat sebuah peluang
untuk memindahkan sekolah ini ke Padangsidimpuan.
Pada tahun 1874 dibuka
Kweekschool di Padangsidimpuan (sekarang SMAN 1 Padangsidimpuan) dan
meluluskan muridnya pertama kali pada tahun 1884. Perkembangan pendidikan di
kota ini pun jauh semakin pesat dari saudara tua nya di huta Tanobato, hal ini
ditandai dengan begitu banyaknya alumni dari sekolah ini yang menjadi guru di
Deli (Medan, sekarang), pegawai perkebunan, wartawan, dan pegawai pemerintahan
Belanda.
Dibalik kesuksesan pendidikan
sidimpuan adalah Charles Adriaan van Ophuysen (1882-1890) yang kelak menjadi
ahli bahasa Melayu, cikal bakal bahasa Indonesia. Mungkin tidak banyak diantara
kita yang tahu bahwa seorang Rajiun Harahap gelar Sutan Casayangan Soripada
(lahir di Batunadua 1874) adalah asisten van Ophuysen di Universitas Leiden
untuk mata kuliah Bahasa Melayu dan pengagas Indische Vereeniging (cikal bakal
Perhimpoenan Indonesia di Eropa) pada tanggal 25 Oktober 1928 di Leiden,
Belanda.
Melihat euphoria rakyat Tapanuli
bagian selatan untuk belajar yang sangat tinggi , Belanda pun mendirikan
Holland Inlandscha School (HIS) pada tahun 1920. Adapun bahasa pengantar di
sekolah ini adalah Bahasa Belanda dan letaknya sekarang ini adalah di Jalan
Tonga, kira-kira 200 m dari simpang SDN 10 (di depan ponsel wak oteh). Sekolah
ini sekarang hanya lah reruntuhan bangunan dan sudah sangat tidak terawat lagi.
Alangkah baiknya gedung yang sempat dijadikan perpustakaan daerah tahun 1970
ini dialihfungsikan menjadi museum, sebagai salah satu saksi sejarah
cemerlangnya pendidikan kota ini.
Beberapa bukti kecemerlangan
pendidikan sidimpuan saat itu adalah terbitnya surat kabar poestaha berbahasa
batak yang pada tahun 1914 didirikan oleh Sutan Casayangan Soripada yang saat
itu baru pulang dari Belanda. Selanjutnya surat kabar ini dikembangkan oleh
Parada Harahap yang baru saja kembali dari Medan. Ditangannya lah Koran menjadi
sarana perjuangan melawan penjajah dengan membeberkan ketidakadilan penjajah
dan semakin menyulut api perang di hati rakyat sidimpuan yang sudah lama melek
huruf. Seringnya Parada Harahap ditahan oleh Belanda lalu pada tahun 1922 ia
pindah ke Jakarta dan menerbitkan mingguan Bintang Hindia, Bintang Timur, dan
Sinar Pasundan.
Setelah Indonesia merdeka, Sekolah
Rendah bentukan Jepang diambil alih oleh pemerintah dan mengembangkannya
menjadi Sekolah Dasar di bawah naungan Dinas P dan K Sumut pada tahun 1950.
Pembentukan SDN 1 di Kantin (utara) dan SDN 2 di jl Sutomo Kampung Bukit
(Selatan) merupakan salah satu strategi untuk penyebaran pendidikan dasar di
kota ini. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan akan hegemoni pendidikan,
dibangunlah SDN 3 di Kampung Marancar untuk wilayah Sitamiang, Rambin, Jalan
Mobil dan Sekitarnya. SDN 4 di Jalan Kenanga, SDN 5 di Siborang, SDN 6 di Aek
Tampang membuat minat masyarakat semakin tinggi. Sehubungan dengan itu,
dibangunlah SDN 7 yang tepatnya persis di samping SDN 3, hal ini disebabkan
karena daya tampung SDN 3 yang overloaded. Paralel dengan kebutuhan
pendidikan masyarakat di daerah Kampung Bukit, dibangunlah SDN 10 yang
tempatnya persis di belakang SDN 2. SDN 11, SDN 12, dan SD 13 kemudian dibangun
di daerah sekolah yang sebelumnya telah dibangun. SDN 14 dan SDN 16 di utara
kota tepatnya di Jalan Tonga dan SDN 15 serta SDN 17 dibangun di Selatan.
Sehubungan dengan meratanya pendidikan dasar di dalam kota, maka dibangunlah
beberapa sekolah di tanobato (SDN20), Bakaran Batu, Jalan Melati, Aek Tampang,
Silandit, Kayuombun, Panyanggar, dan Sadabuan.
Dalam masa pendudukan Jepang, di
Padang Sidempuan dibentuk sekolah menengah yang lokasinya merupakan gedung SMP
Negeri 1 Padang Sidempuan yang sekarang. Untuk memenuhi kebutuhan guru-guru SMP
dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan sekolah dasar di Padang Sidempuan.
maka sekolah guru Kweekschool Padang Sidempuan ditingkatkan menjadi Sekolah
Guru B (Bawah) dan Sekolah Guru A (Atas). Kebutuhan ruang kelas SMP semakin
meningkat dari tahun ke tahun sehingga dibangun smp baru yaitu SMPN-2. Kedua
SMPN ini berada di selatan kota. Dalam perkembangannya SGA diubah menjadi SPG
sedangkan SGB menjadi SMP.
Dalam periode yang kurang lebih
sama pada tahun 1953 dibentuk SMA di Padang Sidempuan. Lokasi SMA yang dibangun
tersebut mengambil sebagian gedung Kweekschool Padang Sidempuan (yang menghadap
jalan Merdeka) yang kini menjadi SMA Negeri 1 Padang Sidempuan. Sementara
gedung SGA dan SGB yang menghadap jalan Ahmad Dahlan tetap dipergunakan oleh
SGA dn SGB tersebut. Pada periode selanjutnya, status SGA diubah menjadi SPG
(Sekolah Pendidikan Guru) dan SGB menjadi SMP yang lokasinya menjadi SMPN-3
yang sekarang. Pembentukan SMPN-3 dan penambahan jumlah smp di Padang Sidempuan
dengan sendirinya telah mempermudah akses bagi lulusan sekolah dasar yang
berada di utara pusat kota.
Kebutuhan ruang smp semakin
meningkat sehingga pada perkembangan berikutnya di bangun SMPN-4 di area
Siadabuan. Setelah beberapa tahun didirikan sekolah kejuruan di Padang
Sidempuan yakni SMKK di jalan Sudirman, ST dan STM serta SMEP dan SMEA
mengambil lokasi di Siadabuan (Sadabuan). Satu lagi sekolah kejuruan dibangun
SGO yang mengambil lokasi di area Stadion Naposo.
Dalam perkembangan lebih lanjut dan
adanya program peningkatan mutu guru-guru sekolah menengah dua perguruan tinggi
diselenggarakan di Padang Sidempuan yakni: IKIP Medan Cabang Padang Sidempuan
dan IAIN Sumatera Utara Cabang Padang Sidempuan. Setelah era pembangunan pendidikan
guru (IKIP dan IAIN) pada awal tahun 1980-an para stakeholder pendidikan di
perantauan dan pemerintah lokal mengagas dan merealisasikan pembentukan
Universitas di Padang Sidempuan. Maka IKIP Medan cabang Padangsidimpuan pun
berkembang menjadi Universitas Graha Nusantara. Lokasi kampus UGN ini ada di 3
titik yaitu Kampus I di Jalan Topi, Kampus II di Tor Simarsayang dan Kampus III
di Asrama Haji Palopat Pijorkoling.
Hegemoni Pendidikan masyarakat
tapanuli yang sangat cepat berkembang membuat Sidimpuan menjadi salah satu
pusat pendidikan di bagian Selatan. Semoga UGN ini nanti nya akan berkembang
dan statusnya berubah menjadi universitas negeri pertama di Padangsidimpuan.
IAIN Sumatera Utara Cabang Padangsidimpuan pun berkembang menjadi Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri (Sihitang) dan nantinya akan berubah menjadi
Universitas Islam Negeri Padangisidimpuan seiring dengan perubahan status UGN.
Tentunya kita sebagai masyarakat yang peduli dengan pendidikan Kota nadimpu ini
seyogyanya terus berfikir dan berusaha untuk membangkitkan kembali momentum
kejayaan pendidikan kota ini yang pernah melahirkan :
- Ja Endar Muda Harahap
- Rajiun Harahap gelar Sutan Casayangan Soripada
- Parada Harahap
- Adam Malik Batubara
- Mochtar Lubis
- Sakti Alamsyah Harahap
- A.M Hoeta Soehoet
- Basyral Hamidy Harahap
- Ashadi Siregar
- Hariman Siregar
- Bismar Siregar
- Bomer Pasaribu
- Ahmad Darobin Lubis
- Arif Siregar
- Hermanto Siregar
- Akhir Matua Harahap, dan tentunya masih banyak tokoh Padangsidimpuan berskala nasional bahkan Internasional yang merupakan hasil pendidikan kota ini.
pendidikan kita sungguh sudah baik..
BalasHapustapi masih banyak yang perlu ditinjau diantaranya,
perekrutan tenaga pengajar (guru) yang tidak profesional...