Jumat, 01 Februari 2013

Sejarah Pendidikan di Padangsidimpuan

Sejarah pendidikan di kota yang terkenal dengan julukan Kota Salak ini bukanlah hal yang mudah untuk dituliskan. Selain bukti sejarah yang sangat minim dan akses pustaka yang terbatas, kurangnya perhatian kaum pelajar akan hegemoni sejarah pendidikan di daerah ini menjadi beberapa alasan penyebabnya. Tulisan ini tidaklah cukup untuk mengungkap tabir terangnya pendidikan Padangsidimpuan dulu, namun untuk menambah khazanah pengetahuan penulis dan kita yang mengaku peduli akan pendidikan kota ini mungkin tidak masalah untuk membacanya.

Pendidikan Padangsidimpuan tidak bisa lepas dari usaha yang dilakukan oleh Sati Nasution (kelak dikenal dengan nama Willem Iskandar) pada tahun 1862 dengan mendirikan sekolah guru (Kweekschool) di huta (kampung) Tanobato. Siswa sekolah ini tidak hanya dating dari daerah Mandailing, tapi siswa dari Sipirok dan Padangbolak mulai berdatangan. Alumni sekolah ini pun menjadi tenaga pengajar di Padangsidimpuan. Perkembangan sekolah ini sangatlah pesat hingga Belanda melihat sebuah peluang untuk memindahkan sekolah ini ke Padangsidimpuan.
Pada tahun 1874 dibuka  Kweekschool di Padangsidimpuan (sekarang SMAN 1 Padangsidimpuan)  dan meluluskan muridnya pertama kali pada tahun 1884. Perkembangan pendidikan di kota ini pun jauh semakin pesat dari saudara tua nya di huta Tanobato, hal ini ditandai dengan begitu banyaknya alumni dari sekolah ini yang menjadi guru di Deli (Medan, sekarang), pegawai perkebunan, wartawan, dan pegawai pemerintahan Belanda.

Dibalik kesuksesan pendidikan sidimpuan adalah Charles Adriaan van Ophuysen (1882-1890) yang kelak menjadi ahli bahasa Melayu, cikal bakal bahasa Indonesia. Mungkin tidak banyak diantara kita yang tahu bahwa seorang Rajiun Harahap gelar Sutan Casayangan Soripada (lahir di Batunadua 1874) adalah asisten van Ophuysen di Universitas Leiden untuk mata kuliah Bahasa Melayu dan pengagas Indische Vereeniging (cikal bakal Perhimpoenan Indonesia di Eropa) pada tanggal 25 Oktober 1928 di Leiden, Belanda.

Melihat euphoria rakyat Tapanuli bagian selatan untuk belajar yang sangat tinggi , Belanda pun mendirikan Holland Inlandscha School (HIS) pada tahun 1920. Adapun bahasa pengantar di sekolah ini adalah Bahasa Belanda dan letaknya sekarang ini adalah di Jalan Tonga, kira-kira 200 m dari simpang SDN 10 (di depan ponsel wak oteh). Sekolah ini sekarang hanya lah reruntuhan bangunan dan sudah sangat tidak terawat lagi. Alangkah baiknya gedung yang sempat dijadikan perpustakaan daerah tahun 1970 ini dialihfungsikan menjadi museum, sebagai salah satu saksi sejarah cemerlangnya pendidikan kota ini.

Beberapa bukti kecemerlangan pendidikan sidimpuan saat itu adalah terbitnya surat kabar poestaha berbahasa batak yang pada tahun 1914 didirikan oleh Sutan Casayangan Soripada yang saat itu baru pulang dari Belanda. Selanjutnya surat kabar ini dikembangkan oleh Parada Harahap yang baru saja kembali dari Medan. Ditangannya lah Koran menjadi sarana perjuangan melawan penjajah dengan membeberkan ketidakadilan penjajah dan semakin menyulut api perang di hati rakyat sidimpuan yang sudah lama melek huruf. Seringnya Parada Harahap ditahan oleh Belanda lalu pada tahun 1922 ia pindah ke Jakarta dan menerbitkan mingguan Bintang Hindia, Bintang Timur, dan Sinar Pasundan.

Setelah Indonesia merdeka, Sekolah Rendah bentukan Jepang diambil alih oleh pemerintah dan mengembangkannya menjadi Sekolah Dasar di bawah naungan Dinas P dan K Sumut pada tahun 1950. Pembentukan SDN 1 di Kantin (utara) dan SDN 2 di jl Sutomo Kampung Bukit (Selatan) merupakan salah satu strategi untuk penyebaran pendidikan dasar di kota ini. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan akan hegemoni pendidikan, dibangunlah SDN 3 di Kampung Marancar untuk wilayah Sitamiang, Rambin, Jalan Mobil dan Sekitarnya. SDN 4 di Jalan Kenanga, SDN 5 di Siborang, SDN 6 di Aek Tampang membuat minat masyarakat semakin tinggi. Sehubungan dengan itu, dibangunlah SDN 7 yang tepatnya persis di samping SDN 3, hal ini disebabkan karena daya tampung SDN 3 yang overloaded. Paralel dengan kebutuhan pendidikan masyarakat di daerah Kampung Bukit, dibangunlah SDN 10 yang tempatnya persis di belakang SDN 2. SDN 11, SDN 12, dan SD 13 kemudian dibangun di daerah sekolah yang sebelumnya telah dibangun. SDN 14 dan SDN 16 di utara kota tepatnya di Jalan Tonga dan SDN 15 serta SDN 17 dibangun di Selatan. Sehubungan dengan meratanya pendidikan dasar di dalam kota, maka dibangunlah beberapa sekolah di tanobato (SDN20), Bakaran Batu, Jalan Melati, Aek Tampang, Silandit, Kayuombun, Panyanggar, dan Sadabuan.

Dalam masa pendudukan Jepang, di Padang Sidempuan dibentuk sekolah menengah yang lokasinya merupakan gedung SMP Negeri 1 Padang Sidempuan yang sekarang. Untuk memenuhi kebutuhan guru-guru SMP dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan sekolah dasar di Padang Sidempuan. maka sekolah guru Kweekschool Padang Sidempuan ditingkatkan menjadi Sekolah Guru B (Bawah) dan Sekolah Guru A (Atas). Kebutuhan ruang kelas SMP semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga dibangun smp baru yaitu SMPN-2. Kedua SMPN ini berada di selatan kota. Dalam perkembangannya SGA diubah menjadi SPG sedangkan SGB menjadi SMP. 

Dalam periode yang kurang lebih sama pada tahun 1953 dibentuk SMA di Padang Sidempuan. Lokasi SMA yang dibangun tersebut mengambil sebagian gedung Kweekschool Padang Sidempuan (yang menghadap jalan Merdeka) yang kini menjadi SMA Negeri 1 Padang Sidempuan. Sementara gedung SGA dan SGB yang menghadap jalan Ahmad Dahlan tetap dipergunakan oleh SGA dn SGB tersebut. Pada periode selanjutnya, status SGA diubah menjadi SPG (Sekolah Pendidikan Guru) dan SGB menjadi SMP yang lokasinya menjadi SMPN-3 yang sekarang. Pembentukan SMPN-3 dan penambahan jumlah smp di Padang Sidempuan dengan sendirinya telah mempermudah akses bagi lulusan sekolah dasar yang berada di utara pusat kota.

Kebutuhan ruang smp semakin meningkat sehingga pada perkembangan berikutnya di bangun SMPN-4 di area Siadabuan. Setelah beberapa tahun didirikan sekolah kejuruan di Padang Sidempuan yakni SMKK di jalan Sudirman, ST dan STM serta SMEP dan SMEA mengambil lokasi di Siadabuan (Sadabuan). Satu lagi sekolah kejuruan dibangun SGO yang mengambil lokasi di area Stadion Naposo.

Dalam perkembangan lebih lanjut dan adanya program peningkatan mutu guru-guru sekolah menengah dua perguruan tinggi diselenggarakan di Padang Sidempuan yakni: IKIP Medan Cabang Padang Sidempuan dan IAIN Sumatera Utara Cabang Padang Sidempuan. Setelah era pembangunan pendidikan guru (IKIP dan IAIN) pada awal tahun 1980-an para stakeholder pendidikan di perantauan dan pemerintah lokal mengagas dan merealisasikan pembentukan Universitas di Padang Sidempuan. Maka IKIP Medan cabang Padangsidimpuan pun berkembang menjadi Universitas Graha Nusantara. Lokasi kampus UGN ini ada di 3 titik yaitu Kampus I di Jalan Topi, Kampus II di Tor Simarsayang dan Kampus III di Asrama Haji Palopat Pijorkoling.

Hegemoni Pendidikan masyarakat tapanuli yang sangat cepat berkembang membuat Sidimpuan menjadi salah satu pusat pendidikan di bagian Selatan. Semoga UGN ini nanti nya akan berkembang dan statusnya berubah menjadi universitas negeri pertama di Padangsidimpuan. IAIN Sumatera Utara Cabang Padangsidimpuan pun berkembang menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Sihitang) dan nantinya akan berubah menjadi Universitas Islam Negeri Padangisidimpuan seiring dengan perubahan status UGN. Tentunya kita sebagai masyarakat yang peduli dengan pendidikan Kota nadimpu ini seyogyanya terus berfikir dan berusaha untuk membangkitkan kembali momentum kejayaan pendidikan kota ini yang pernah melahirkan :
  1. Ja Endar Muda Harahap
  2. Rajiun Harahap gelar Sutan Casayangan Soripada
  3. Parada Harahap
  4. Adam Malik Batubara
  5. Mochtar Lubis
  6. Sakti Alamsyah Harahap
  7. A.M Hoeta Soehoet
  8. Basyral Hamidy Harahap
  9. Ashadi Siregar
  10. Hariman Siregar
  11. Bismar Siregar
  12. Bomer Pasaribu
  13.  Ahmad Darobin Lubis
  14. Arif Siregar
  15. Hermanto Siregar
  16. Akhir Matua Harahap, dan tentunya masih banyak tokoh Padangsidimpuan berskala nasional bahkan Internasional yang merupakan hasil pendidikan kota ini.

1 komentar:

  1. pendidikan kita sungguh sudah baik..
    tapi masih banyak yang perlu ditinjau diantaranya,
    perekrutan tenaga pengajar (guru) yang tidak profesional...

    BalasHapus